Jumat, 27 Februari 2009

TNI Belajar Hukum Perang

TNI terus meningkatkan pemahaman mengenai hukum perang (humaniter). Menurut Wakil Asisten Operasi Panglima TNI Laksma Marsetio, langkah tersebut dilakukan agar dalam penugasan militer prajurit dapat lebih menghormati perang dan tidak mengabaikan hak asasi manusia (HAM).

“Kami tak ingin kesalahan masa lalu terulang,” katanya usai membuka workshop penggunaan kekuatan dalam operasi keamanan internal dan kontra-insurgensi di Jakarta, Selasa (25/11).

Pertemuan yang juga digagas Komite Internasional Palang Merah itu dihadiri perwira militer dan polisi tujuh negara Asia Pasifik, yakni Indonesia, Brunei, Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Jepang.

Dia mengakui, TNI digunakan sebagai alat represif penguasa saat Orde Baru. Pelanggaran HAM kerap kali dilakukannya. Untuk itu, sejak tahun 2000, TNI telah bekerja sama dengan Komite Internasional Palang Merah yang berkedudukan di bawah PBB dalam setiap penugasannya. Baik di daerah konflik maupun personel yang dikirim dalam misi perdamaian PBB. Bahkan, 2003 lalu, telah dikeluarkan buku panduan bertempur dan berperang dengan benar.

“Kalau dulu kami berperang itu selalu sesuka hati, sekarang tidak lagi,” kata Marsetio.

Dia menjamin, saat ini semua tindakan dan kekuatan yang digelar TNI sudah berdasarkan Konvensi Genewa. Alasannya, setelah pemerintah merafitikasi konvensi mengenai HAM tersebut, otomatis Indonesia harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan, sosialisasi, dan pengajaran hukum internasional tentang humaniter.

Perwakilan Komite Internasional Palang Merah di Indonesia Vincent Nicod menambahkan, hukum humaniter internasional yang sangat erat dengan tugas TNI sehari-hari tidak mudah dipelajari. Terlebih ketika operasi dilaksanakan, menerapkannya dalam konteks kekerasan dan konflik bersenjata dalam negeri.

“Tingkat kesulitas praktis yang dihadapi cukup tinggi,” katanya. Karena itu, harus dipikirkan cara terbaik mengintegrasikan pemahaman ini ke dalam pelatihan dan prosedur militer,” katanya.

Di Surabaya, diadakan sosialisasi buku saku hukum humaniter internasional dan HAM di Markas Komando Armada RI Kawasan Timur. Dalam sambutannya, Kepala Staf TNI AL (KSAL) Laksamana Tedjo Edhy Purdijatno menyebutkan buku saku menjadi pedoman bagaimana berperang yang benar dan berpenghormatan, perlindungan terhadap HAM yang melekat pada diri manusia, bersifat universal, langgeng serta dijamin penegakannya.

“Karena itu, tidak boleh dilanggar siapa pun termasuk prajurit TNI,” katanya dalam siaran pers yang diterima redaksi.

Tidak ada komentar: